Peran Bawaslu Dalam Menuju Pemilu Demokratis Berkualitas

oleh
Rialdi, S.Sos

Oleh : Rialdi, S.Sos

PEMILU merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan umum (pemilu).

Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara.

Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan. Pemilu dapat dìkatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan.

Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom. Kedua, pemilu yang dìselenggarakan secara berkala, dalam artian pemilu harus dìselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas.

Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang dìperlakukan secara dìskriminatif dalam proses pemilu.

Keempat, pemilih harus dìberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak dì bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas.

Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Amanat amandemen Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945 mengisyaratkan bahwa kedaulatan berada dì tangan rakyat dan dìlaksanakan menurut Undang – Undang.

Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”.

Pemilihan Umum di indonesia menganut azas “LUBER” yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, bebas, dan, Rahasia. Langsung, berarti pemilih dìharuskan menggunakan/memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh dìwakilkan Umum.

Berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas, berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun Rahasia, berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian, dì era Reformasi berkembang pula azas,“JURDIL”, yang merupakan singkatan dari Jujur dan Adil. Azas Jujur mengandung arti bahwa Pemilihan Umum Harus dìlaksanakan sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya.

Azas Adil adalah perlakuan yang sama terhadap Peserta Pemilu dan Pemilih, tanpa ada dìskriminasi terhadap peserta dan pemilih tertentu. 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Tahun 2019 Pada Pemilihan DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI, Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019.

Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945. Dìmaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD.

Serta kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan dapat menyerap, serta memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara

Terselenggaranya pemilu secara demokratis menjadi dambaan setiap warga negara Indonesia. Pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Setiap pemilih hanya menggunakan hak pilihnya satu kali dan mempunyai nilai yang sama, yaitu satu suara. Hal ini yang sering dìsebut dengan prinsip one person, one vote, one value (opovov).

Yang dìmaksud dengan pemilu yang bersifat langsung adalah rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

Warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung. Sedangkan pemilu yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan yang sama bagi semua warga negara, tanpa dìskriminasi.

Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dìjamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih dìjamin pilihannya tidak akan dìketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Selanjutnya, pemilu dìselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara lebih berkualitas, Penyelenggara sistematis, legitimate, dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat seluas-luasnya.

Pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan atau perlakuan yang tidak adil dari pihak mana pun.

Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan
memiliki mekanisme pertanggung jawaban yang jelas.

Dìsiplin partai politik membuat dukungan terhadap presiden menjadi sangat tidak pasti. Perubahan dukungan dari pimpinan partai politik juga ditentukan oleh perubahan kontekstual dari konstelasi politik yang ada.

Tawaran yang diberikan untuk memperkuat sistem presidensial agar mampu menjalankan
pemerintahan dengan baik adalah dengan menyederhanakan jumlah partai politik. Jumlah partai politik yang lebih sederhana (efektif) akan mempersedikit jumlah veto dan biaya transaksi politik. Perdebatan yang terjadi diharapkan menjadi lebih fokus dan berkualitas.

Publik juga akan mudah dìinformasikan baik tentang keberadaan konstelasi partai politik maupun pilihan kebijakan bila
jumlah kekuatan politik lebih sederhana. Bawaslu sebagai lembaga yang mempunyai mandat untuk mengawasi proses Pemilu
membutuhkan dukungan banyak pihak dalam aktifitas pengawasan.

Salah satunya adalah dengan
mengajak segenap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan setiap tahapannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengawalan suara tidak sekadar datang dan memilih, tetapi juga melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi.

Serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu. Pemilu bukanlah sekadar ajang seremonial politik belaka yang menafikan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat menjadi

Subyek dalam proses Pemilu. Pengawasan partisipatif yang dilakukan untuk memujudkan warga negara yang aktif dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.

Bagi masyarakat, dengan terlibat dalam pengawasan Pemilu secara langsung, mereka dapat mengikuti dinamika politik yang
terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang penyelenggaraan Pemilu dan semua proses yang berlangsung.

Bagi penyelenggara Pemilu, kehadiran pengawasan masyarakat yang massif secara psikologis akan mengawal dan mengingatkan mereka untuk senantiasa berhatihati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan Pemilu.

Sebelum sampai kepada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu, tantangan besar yang juga dìhadapi Bawaslu adalah membangun kesadaran politik masyarakat.

Kesadaran masyarakat atas kedaulatan yang dimiliki dalam proses demokrasi nyatanya masih rendah. Kerendahan kesadaran tersebut salah satu pemicunya adalah minimnya pengetahuan rakyat mengenai demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu.

Dìsisi lain, harus dìakui bahwa, berdasarkan evaluasi, Bawaslu belum secara maksimal menyediakan informasi tersebut bagi masyarakat. Hasil kerja-kerja pengawasan, penegakan hukum Pemilu dan penanganan sengketa yang dijalankan Bawaslu juga belum terdokumentasi dan teriventarisasi secara baik.

Bukan hanya media atau wadah penyampaian informasinya saja yang terbatas. Akses bagi masyarakat untuk mendapat informasi dan pengetahuan tersebut juga sangat terbatas. Oleh Karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara Bawaslu dan masyarakat pemilih.

Kelompok masyarakat yang memberikan perhatikan besar terhadap pelaksanaan Pemilu yang berlangsung jujur dan adil berkomunikasi secara intensif dengan Bawaslu. Peningkatan kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok masyarakat sipil inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama masyarakat.

Bersama rakyat kita awasi Pemilu,
Bersama Bawaslu kita tegakkan keadilan Pemilu Seiring semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi, penyampaian pesan tidak lagi hanya dìjalankan secara tatap muka atau dengan media konvensional.

No More Posts Available.

No more pages to load.