Tantangan Akuntansi di Era Digital

oleh

D itambah mereka juga harus mempelajari cara penggunaan aplikasi analisis data, aplikasi accounting, dan aplikasi sistem informasi.

Namun, sebagai seorang guru akuntansi di sekolah vokasi, saya punya pendapat tersendiri.

Anggaplah memang demikian adanya bahwa teknologi telah memberikan ancaman serius bagi eksistensi keahlian akuntansi manusia.

Tapi perlu diingat bahwa software akuntansi tetap membutuhkan pemahaman seorang akuntan untuk menjalankannya.  Saya ambil contoh, dalam pekerjaan audit, terdapat software berbayar bernama Continuous Audit.

Software ini hanya sekedar menunjang auditor untuk membuat laporan audit dan auditor lah yang menyelesaikan semuanya secara menyeluruh.

Saya temukan hal yang tidak bisa diselesaikan software tersebut, yakni tidak bisa merombak beberapa poin jika regulasi pemerintah berubah atau tidak bisa “mempermak” laporan audit jika standar akuntansi keuangan diperbarui.

Selain itu, software ini adalah software berbayar. Sehingga perusahaan tentu harus merogoh keuangan lebih dalam untuk mendapatkannya dan dikarenakan software ini dibuat tidak spesifik untuk perusahaan dibidang tertentu.

Hal itu tentu menjadi kendala saat ingin memperoleh data yang besar dan kompleks dengan bidang usaha perusahaan yang beragam.

Disinilah peluang seorang akuntan. Ilmu akuntansi yang dimiliki seorang akuntan akan menutupi kekurangan yang ada di software tersebut.

Walaupun sejumlah keakuratan perhitungan sebuah software sangat mumpuni dan mampu menyimpan data dalam jumlah yang sangat besar.

Namun sisi manusiawi yang tidak di miliki software tetap membutuhkan manusia untuk mengoperasikannya.

Sisi manusiawi tersebut berupa sentuhan pemikiran rasional dan logis berbasis ilmu akuntansi dalam melakukan analisa. Sehingga output yang dihasilkan berupa laporan audit atau produk akuntansi lainnya menjadi lebih kredibel dan humanis.

Kesimpulannya, pemerintah hendaknya tidak terburu-buru untuk mengakhiri keberadaan.  Karena tidak  juga ada jaminan bahwa  pasar yang ada  sekarang bertransformasi menjadi digital ekonomi.

Akan tetap menjadi mainstream ekonomi masa depan. Ketika model bisnis dan perekonomian bertransformasi sedemikian rupa, tidak ada jaminan bahwa profesi akuntan akan tetap eksis dan relevan di masa depan.

Karena itu, profesi akuntansi dituntut melakukan peningkatan keahlian untuk membuat kita tetap berada di pusaran aktivitas ekonomi digital di masa depan.

Sehingga apa yang dikatakan Hawking (2015) bahwa “Computers will overtake humans with AI at some within the next 100 years.

When that happens, we need to make sure the computers have goals aligned with ours” dapat kita jembatani dan kita persiapkan.

Hanya ada dua pilihan bagaimana menghadapi era digital economy, menjadi pemain dan terlibat mengambil keuntungan darinya. Atau menjadi korban, pasar, dan hanya sebatas objek penderita dalam interaksi global yang tanpa batas ini.

No More Posts Available.

No more pages to load.