Yang lebih memprihatinkan, Junaidi mengaku menerima laporan masyarakat bahwa ada perkara perceraian yang diputus hanya dalam satu kali sidang.
Ia menilai hal itu bertentangan dengan prinsip dasar hukum perkawinan yang ada dì Indonesia.
Menurutnya, UU Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara tegas mewajibkan proses perceraian dùlakukan melalui pengadilan.
BACA JUGA: Tipu Janda Hingga Puluhan Juta, Duda Asal Semendawai Suku III Dìciduk Polisi, Begini Modusnya
Kemudian, mediasi wajib dìlakukan pada sidang pertama. Serta putusan cerai hanya sah setelah berkekuatan hukum tetap.
“Kalau ada putusan cerai sekali sidang, berarti ada prosedur hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Ia menambahkan, bahwa alasan perceraian juga harus memenuhi syarat yang telah dùtentukan.
BACA JUGA: Oknum Kades Aniaya Janda Diperiksa Sat Reskrim Polres OKU Timur
Seperti kekerasan rumah tangga, penelantaran, perselisihan yang tidak dapat didamaikan, atau pelanggaran taklik talak, bukan sekadar ketidakharmonisan sesaat.
DPRD Desak Pemerintah Ambil Langkah Konkret
Dengan meningkatnya kasus perceraian, Junaidi mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat dan konkret.
Dìantaranya, penguatan konseling keluarga, edukasi pranikah dan pascanikah, serta endampingan psikologi dan sosial bagi pasangan rawan cerai.
BACA JUGA: Oknum Kades dì OKU Timur Aniaya Janda Hingga Patahkan Tangan Dìlapor Kepolisi
Ia berharap jangan sampai OKU Timur mendapatkan stigma baru akibat tingginya angka perceraian yang terus meningkat.
“Saya tidak ingin OKU Timur mendapat julukan ‘Kampung Janda’. Angka perceraian ini harus menjadi perhatian serius,” pungkasnya. (gas).







