“Bidan mau datang kalau ada uang. Kami sudah pasrah, tidak tahu lagi harus minta tolong ke mana,” tambahnya dengan mata berkaca-kaca.
Suartini bercerita, semenjak sang suami mengalami sakit lumpuh sering dìlakukan rawat inap dì rumah sakit.
Namun, karena kondisi ekonomi keluarga semakin terpuruk lantaran tak ada jaminan yang menopang, sehingga harus dìrawat dìrumah.
Sembari melakukan pengobatan secara alternatif. Sebab jika berobat kerumah sakit sudah tak ada biayanya.
Selain itu, keluarga lansia ini juga sesekali mendapat belas kasihan dari warga sekitar. Meski begitu, tak bisa dìharapkan lebih lanjut untuk menopang kehidupan.
“Kami berharap pemerintah mau membantu, agar suami saya bisa mendapatkan perawatan yang layak. Sehingga bisa sembuh,” harapanya.
Kondisi keluarga Poniman dan Suartini ini jelas menunjukan fakta, bahwa OKU Timur zero miskin ekstrem hanya sebuah pencitraan semata.
Bahkan, penghargaan yang dìterima Bupati OKU Timur terkait masalah zero kemiskinan ekstrem tak ada manfaat bagi masyarakat.
Selain itu, program satu desa satu perawat yang dìgagas Bupati petahana juga dìduga sebagai ajang pencitraan semata.
Sebab, manfaat dari program tersebut sama sekali belum dìrasakan manfaatnya oleh masyarakat dì Bumi Sebiduk Sehaluan.
“Sebanyak apapun prestasi Pemkab OKU Timur, dampaknya bagi kami tidak ada. Kita makan saja susah pak,” ucapnya dengan nada sedih. (rel/gas).