Amin mengaku permasalahan pupuk selalu terjadi setiap musim tanam. Padahal ia tergabung dalam kelompok tani, tapi tetap merasakan kelangkaan pupuk setiap tahun.
Soal pengajuan pupuk tambahnya, kelompok tani yang melakukan pengajuan jumlah kebutuhan pupuk.
Misalnya punya lahan sawah 1 hakter berarti kebutuhan pupuknya yakni 8 karung atau 4 kwintal. “Pupuk tersebut berupa Urea dan Phonska,” bebernya.
Amin menuturkan, pupuk subsidi biasanya tersedia pada bulan Januari untuk masa tanam pertama. Kemudian keluar lagi sekitar bulan Juni untuk masa tanam kedua.
“Yang bikin aneh, saat pengajuan, jumlah dìdapat tidak sesuai dengan pengajuan. Sehingga kebutuhan pupuk masih kurang,” jelasnya.
Jika pupuk kurang, maka sebagai petani ia merasa kebingungan untuk mencari pupuk. Sebab jika beralih ke pupuk non subsidi, maka biaya akan menambah beban.
“Harga pupuk subsidi itu Rp 150 per karung isi 50 kg. Sementara harga pupuk non subsidi mencapai Rp 300 ribu per karung. Sangat jauh beda harganya,” bebernya.