Menggagas Pendidikan Kemuliaan Berbasis Budaya Komering

oleh

(Muatan Lokal Daerah Berbasis, Budaya,Seni, Relegiusitas, Bahasa & Sastra Serta Falsafah Hidup)

Oleh Himawan Bastari
Mahasiswa Pascasarjana Univ PGRI Palembang

Prolog

Komering sebagai entitas lokal daerah Ogan Komering Ulu Timur pada saat ini terlupakan bahkan termaginalkan. Perlu sebuah treatment khusus untuk kembali menjadikan Komering sebagai identitas budaya.

Padahal sedari dulu banyak sekali falsafah, nilai budaya yang bisa d ijadikan sebuah norma dan tuntunan bagi masyarakat Ogan Komering Ulu Timur.

Komering dengan segala bentuk tinggalan budaya, seni, Bahasa dan kerajinan saat ini tergerus oleh perubahan, sekulerisme, hedonism lebih cepat berkembang d ibanding dengan etos dan nilai kerifan lokal komering

Fenomena dan kondisi sosial, keamanan yang rapuh dan peredaran narkoba merebak pesat karena arus budaya sekulerime dan hedonism yang di bawa dari luar daerah.

Fenomena tersebut sangat relevan d ijadikan awal refleksi bagi dunia pendidikan yang sedang mengalami disorientasi. Karena pendidikan kita meski telah mengalami berbagai perubahan kurikulum.

Namun tetap saja yang menonjol orientasi pada pasar kerja yang tercerabut dari nilai-nilai tradisi dan kontesk sosial lingkungannya (Darmaningtyas, dkk., 2014).

Hal ini mengesankan peserta didik seakan hanya d ipersiapkan menjadi (meminjam istilah Mochtar Bukhori), sebagai “tukang- tukang” yang siap sebagai tenaga kerja yang menghasilkan keuntungan material (profit oriented). Serta mengahasilkan lulusan yang matrialistik pula.

Dalam dunia pendidikan fenomena ini dapat terlihat dari berbagai oknum-oknum guru tertentu yang menginginkan kelulusan peserta didiknya dalam ujian nasional (UN).

Namun dengan berbagai kecurangan berjamaah. Bagi peserta didik tradisi njiplak/nyontek sebagai hal yang biasa. Banyak mahasiswa malas mengerjakan tugas sehingga harus d ilimpahkan kepada orang lain.

Dan yang lebih parah lagi tugas akhir/skripsi, yang semestinya menjadi barometer berpikir. sistematis dan komprehensif seringkali dalam banyak kasus malah d iserahkan kepada “tukang-tukang” tadi.

Dampaknya, mereka akan terasing di lingkungannya sendiri mereka tidak perduli terhadap budaya dan identitas budaya mereka.

Hari ini bahasa Komering sebagai tuan rumah d i OKU Timur tidak terlalu akrab digunakan, warisan- warisan budayanya juga terkesan d itinggalkan serta tidak dipedulikan.

Maka jangan heran kalau kekayaan budaya lokal komering yang  kaya pada akhirnya d iangkut dan di Branding oleh daerah lain.

No More Posts Available.

No more pages to load.